Author Topic: Kulit Kerang Jadi Kerajinan, Tapi Kini Kesulitan Bahan  (Read 1184 times)

Offlinesuhartono

Newbie



Sumber: mongabay(dot)co.id

* Kerajinan kerang merupakan slah satu industri rumahan di Desa Penanjan, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan,     Jawa Timur
* Hasil kerajinan seperti pigura, tempat tisu, jam dinding, hiasan lampu, dan juga pin. Semuanya berbahan utama dari hasil laut, seperti kerang. Juga keong, siput, bintang laut, dan kepiting.
* Pengrajin mulai kesulitan mendapatkan bahan baku, pasca peristiwa penyelundupan ribuan cangkang kerang yang berhasil digagalkan oleh Direktorat Bea Cukai pada 2016.
* Pengrajin berharap pemerintah melalui dinas terkait bisa memberikan solusi.

Satu persatu kulit kerang itu ditempel di atas triplek, yang sebelumnya sudah ditabur pasir diberi warna pink, kerang itu satu persatu digabungkan dengan menggunakan lem. Setelah tersusun, puluhan kulit kerang putih itu pun terlihat membentuk pola gambar love, mengikuti pola kertas yang akan dibuat frame pigura di salah satu industri rumahan kerajinan kerang di Desa Penanjan, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Tidak hanya membuat pigura, di rumah industri tersebut juga membuat hasil kerajinan lain, seperti tempat tisu, jam dinding, hiasan lampu, dan juga pin. Semuanya menggunakan bahan utama dari hasil laut, salah satunya adalah kerang. Selain itu, ada juga keong, siput, bintang laut, dan kepiting.

“Kalau bahannya sudah ada, yang dilakukan pertama itu membuat pola. Menyesuaikan dengan ide, maunya membuat kerajinan bentuk apa,” kata Eka Andri Kurniawan, salah satu pengrajin kulit kerang, saat ditemui di ruang produksinya pada, Senin (19/08/2019).



Dia melanjutkan, kalau membuat pigura dalam sehari dia bisa mengerjakan lebih kurang 20 biji. Untuk yang pin, dalam sehari bisa mencapai 50-60 biji.

Pembuatannya itu, katanya, tergantung kondisi cuaca. Jika musim panas seperti sekarang ini, dia bisa memproduksi banyak. Sebaliknya, saat musim hujan produksinya bisa menurun. Karena memroduksi kerajinan kerang ini membutuhkan cuaca yang cerah dan kering.

Untuk pembuatanya, beber lelaki berkulit sawo matang ini, setelah bahan utamanya didapatkan, pertama kali yang harus dilakukan yaitu membersihkan dengan air sebanyak tiga kali. Pembersihan awal, menggunakan air yang dicampur dengan HCL. Kemudian untuk pembersihan kedua, dibilas menggunakan air biasa. Tahap berikutnya, dicuci dengan air yang dicampur dengan kaporit. Tujuannya, biar kulit kerang tersebut tidak menimbulkan aroma bau. Setelah itu, bahan baru bisa digunakan setelah proses pengeringan selama dua sampai tiga hari.

Sulit Bahan

Eka mengaku, bahan utama yang didapatkan ini kebanyakan dari Situbondo, Jawa Timur. Dari para pengepul yang sebelumnya dilakukan dengan cara dibusukkan. Sebagian bahan yang didapat dari laut itu, lanjutnya, tidak hanya dari limbah kulit kerang saja, tetapi ada juga yang sengaja diambil nelayan untuk memenuhi permintaan para pengrajin. Untuk itu tidak ada pemilahan khusus, jadi baik kerang maupun keong dengan ukuran kecil pun juga diambil.

Seiring berjalannya waktu, dia merasa kesulitan mendapatkan bahan baku. Kesulitan yang dirasakan itu, katanya, pasca ada peristiwa penyelundupan ribuan cangkang kerang yang berhasil digagalkan oleh Direktorat Bea Cukai pada tahun 2016.


Dilansir dari detik.com, pemerintah pernah menggagalkan ekspor cangkang kerang melalui pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dengan negara tujuan penyelundupan yaitu Tiongkok. Cangkang kerang yang diselundupkan merupakan jenis kerang kepala kambing, atau Cassis cornuta. Modusnya, cangkang kepala kambing ini diselipkan dengan cangkang jenis lainnya. Hasil analisis intelijen, diketahui ada indikasi pelanggaran Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan tumbuhan dan satwa liar.

Kemudian, Bea Cukai menerbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) yang bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta untuk melakukan pengecekan. Dari hasil identifikasi, petugas tersebut kemudian menyimpulkan, bahwa sampel yang diperiksa itu merupakan kerang kepala kambing yang dikemas dalam 388 koli, dan juga kerang jenis lain dikemas dalam 41 koil. Barang bukti kerang kepala kambing sebanyak 4.268 pieces. Nilai barang yang diperkirakan Rp5,3 miliar.

Pasca persitiwa itu, Eka menduga, kemudian ada regulasi dari pemerintah yang semakin ketat. Sehingga berpengaruh ke bahan baku yang didapatkan. Dia merasa pendapatannya menurun. “Selain sulit, harga barang juga naik sampai 2-3 kali lipat. Dulu bahan yang termahal itu Rp40 per kilo, sekarang ini bisa mencapai Rp100 per kilo,” keluhnya.

Selain itu, pengambilan kerang dan keong di laut yang tidak terkontrol juga turut mempengaruhi langkanya mencari bahan untuk kerajinan. Untuk itu, dia mulai berinisiatif dengan mencari bahan dari daerah sendiri.

“Kami menyadari, kalau apa yang kami lakukan ini menyalahi aturan, untuk itu kami mulai mencari bahan bahan itu ya dari lokal, disini kan orang-orang yang mencari kerang untuk dikonsumsi juga banyak. Dari situ, kami beli kulitnya. Lalu kami buat kerajinan,” imbuh pria yang sudah 9 tahun membuat kerajinan kulit kerang ini.


Dukungan Pemerintah Kurang

Dulu, sebelum terjadinya peristiwa penyelundupan itu, dalam sebulan dia bisa mendapatkan penghasilan antara Rp5-6 juta perbulan. Dia bahkan pernah melakukan pengiriman ke beberapa daerah, seperti Manado, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua. Tapi kini, seiring berjalannya waktu, penghasilan terus menurun karena bahan baku dari luar daerah semakin sulit dan mahal.

Dia berharap, pemerintah melalui dinas terkait bisa memberikan solusi. Pihaknya menilai, sejauh ini belum ada perhatian dari petugas yang mempunyai kewajiban. Bahkan, untuk pembuatan izin juga dia merasa tidak diberi tahu. “Selama ini ya berjalan sendiri, tidak ada sosialisasi apa-apa,” katanya.

Nurul Afida, salah satu penjual kerajinan mengaku, dengan berjualan kerajinan berbahan utama kulit kerang itu perekonomiannya bisa terbantu. Sejauh ini, katanya, kerajinan kerang masih digemari wisatawan karena menjadi salah satu oleh-oleh yang mempunyai ciri khas daerah pesisir. Pada musim libur, dia bisa menjual antara 10-20 biji.

Dia juga merasakan, kesulitan bahan yang saat ini dihadapi pengrajin juga berdampak pada barang jual yang dia dapatkan. “Motif kerajinannya tidak sebanyak dulu, kalau sekarang ini pilihannya tidak beragam,” kata perempuan yang berjualan di sekitar tempat wisata pantai Lorena, tidak jauh dari tempat pengrajin itu.

Untuk itu, senada dengan Eka, dia juga berharap ada perhatian khusus dari pemerintah daerah untuk pengembangan kerajinan berbahan utama kerang ini. Apalagi, katannya, bahan yang digunakan ini juga mulai memanfaatkan limbah kulit kerang dari masyarakat lokal.

Sumber: mongabay(dot)co.id