Kontribusi sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap produk domestik bruto (PDB) semakin menggeliat dalam lima tahun terakhir. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencatat kontribusi sektor UMKM meningkat dari 57,84 persen menjadi 60,34 persen.
Tak hanya itu, sektor UMKM juga telah membantu penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Serapan tenaga kerja pada sektor UMKM tumbuh dari 96,99 persen menjadi 97,22 persen dalam periode lima tahun terakhir.
Dengan banyaknya tenaga kerja yang diserap, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai, sektor UMKM mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan demikian, UMKM dianggap memiliki peran strategis dalam memerangi kemiskinan, dan pengangguran.
"Di Indonesia, UMKM selain berperan dalam pertumbuhan pembangunan dan ekonomi, juga memiliki kontribusi yang penting dalam mengatasi masalah pengangguran," ucap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UMKM, Koperasi, dan Ekonomi Kreatif, Erik Hidayat, Senin (21/11).
Di antara UMKM, industri ekonomi kreatif juga tercatat berkontribusi positif dengan pertumbuhan 5,6 persen sejak tahun 2010 hingga 2013. Sumbangsihnya terhadap PDB tercatat mencapai 7,1 persen, serta menyerap 10,7 persen atau sekitar 12 juta total tenaga kerja.
Industri ekonomi kreatif ini tumbuh 5,76 persen di tahun lalu atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,74 persen, dengan nilai tambah sebesar Rp641,8 triliun atau tujuh persen dari PDB nasional.
Pemerintah menargetkan kontribusi PDB Ekonomi Kreatif mencapai 7-7,5 persen hingga tahun 2019 nanti. "Lalu, untuk devisa negara ditargetkan tembus 6,5 persen-8 persen sampai 2019. Peningkatan tersebut dapat menjadi motivasi bagi kami semua untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif yang akan menjadi masa depan negara ini," imbuh Erik.
Adapun, dari 15 subsektor ekonomi kreatif yang dikembangkan, tiga di antaranya tercatat berkontribusi paling besar terhadap PDB. Yaitu, kuliner sebesar Rp209 triliun atau 32,5 persen, fesyen sebesar Rp182 triliun atau 28,3 persen, dan kerajinan sebesar Rp93 triliun atau 14,4 persen.
"Pengembangan industri kuliner, kerajinan, dan fesyen ini dapat lebih dikolaborasikan dengan pengembangan sektor pariwisata yang sudah menyumbang 10 persen dari total PDB," terang dia.
Secara terpisah, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani menyatakan, kontribusi sektor UMKM terhadap ekspor Indonesia tahun lalu hanya 15,8 persen. Angka tersebut tertinggal jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Misalnya, Thailand sebesar 29,5 persen dan Filipina 20 persen.
"Akses sektor UMUM terhadap rantai nilai pasok produksi global nyatanya juga minim, yaitu, 0,8 persen. Ini menunjukkan sebagian besar pelaku UMKM tidak memiliki akses dan informasi ke pasar global. Ini merupakan tantangan sekaligus pekerjaan rumah yang harus kami tangani secara bersama," tutur Rosan.
Menurut Rosan, bisnis UMKM memang memiliki beberapa kelemahan dalam beroperasi. Misalnya saja, kesulitan pemasaran, akses ke sumber pembiayaan yang sangat terbatas, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), kesulitan bahan baku, keterbatasan inovasi dan teknologi.
"Upaya perbaikan dalam pengembangan UMKM ini seringkali hanya dijadikan komoditas politik meski cukup banyak Kementerian/Lembaga yang memberikan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan UMKM. Sehingga, pengembangan UMKM tidak optimal dilakukan," pungkasnya.
source: CNN Indonesia