Author Topic: Limbah Pohon Pisang Berserakan  (Read 5589 times)

Offlinesuhartono

Newbie

Limbah Pohon Pisang Berserakan
| March 03, 2020, 11:52:36 AM
PARTI dua tahun terakhir ini memanfaatkan limbah kebun pisang di sekitar rumahnya. Pelepah pisang yang biasanya dibuang ke sampah dan dibakar itu menghasilkan karya kerajinan tangan yang memukau.
Aneka kerajinan dari pelepah pisang tampak tertata rapi di salah satu stan pameran di Bojonegoro. Terlihat perempuan menjelaskan proses pembuatan berbagai bentuk kerajinan yang didominasi motif cokelat itu.


Sumber: .jawapos(dot)com

Dialah Parti. Ibu dari dua anak itu memproduksi kerajinan berbahan baku pelepah pohon pisang. Sudah dua tahun. Inspirasinya muncul ketika banyaknya limbah kebun pisang di kampung halamannya. ’’Harus telaten agar hasilnya bagus,’’ ucap Parti mengawali ceritanya.

Karya kerajinannya ada beragam. Mulai sandal, tempat tisu, tempat air minum, vas bunga, dan asbak. Semuanya dibuat dengan manual. Tanpa menggunakan mesin. Dan berbahan baku pelepah pisang. Dari berbagai jenis kerajinannya itu, paling mudah membuat asbak. Bentuknya simpel dan butuh bahan baku sedikit.

Berbeda dengan membuat sandal cukup sulit. Dan membutuhkan waktu. Sedangkan membuat tempat tisu dan tempat air minum, membutuhkan bahan baku lebih banyak. Tapi proses pembuatannya cukup mudah. ’’Beda produk, beda prosesnya,’’ ujar perempuan tinggal di Desa Prambontergayang, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban itu.

Kerajinan Parti itu, rata-rata di bagian luar menggunakan pelepah pisang. Sedangkan bagian dalam kertas karton bekas. Prosesnya, kertas bekas ditumbuk sampai gepeng lalu di tumpuk beberapa lapisan, kemudian agar kuat harus dilem.

’’Setelah itu dibentuk pola (barang yang akan di buat) lalu di tempeli gedebok (pelepah pohon pisang),’’ jelasnya.

Dalam sehari, dia mampu memproduksi sandal maksimal 10 unit. Sedangkan, memproduksi asbak, bisa sekitar 30 buah. Namun, selama ini dia tidak pernah fokus memproduksi dalam sehari.

Sebaliknya, terkadang memproduksi berbagai jenis kerajinan, karena sisa pembuatan sandal bisa dibuat asbak. Sehingga, akan lebih irit menggunakan bahan baku.

Untuk pemasaran, masih dalam skala lokal. Karena di sekitar rumah sudah ada yang membelinya. Sehingga untuk pemasaran dia mengaku tidak kesulitan. ’’Ini BUMDes desa kami juga membeli,’’ jelasnya.

Sumber: jawapos(dot)com