75% Garmen Soreang Terhenti

75% Garmen Soreang Terhenti
Akibat Makin Maraknya Perdagangan Produk Impor
www.pikiran-rakyat.com

BANDUNG, (PR).-
Akibat maraknya barang impor yang masuk ke Bandung, hampir 75% produksi garmen di kawasan Kecamatan Soreang berhenti. Meskipun masih berproduksi, kapasitas produksi mereka saat ini menurun drastis. Apalagi, jika melihat isi sejumlah factory outlet (FO), lebih didominasi oleh produk garmen Cina.

Demikian diungkapkan Direktur Pusat Inkubator Bisnis Institut Manajemen Koperasi Indonesia (PiBi Ikopin), Wawan Lulus Setiawan, Selasa (23/1). Menurut Wawan, jauh-jauh hari sebelum produk pakaian impor ke Bandung, rata-rata produksi pengusaha garmen per minggu mencapai 3.000 potong baju atau celana dengan mempekerjakan karyawan sekira 50 orang.

Namun, saat ini rata-rata produksi mereka hanya 200 sampai 400 potong pakaian dengan pembayaran bertahap. “Hal ini mengakibatkan hampir 75% produksi garmen di kawasan ini berhenti,” ujarnya.

Selain itu, jika melihat beberapa FO yang ada di Bandung, Wawan mengatakan hampir 60% produk yang dijual berasal dari Cina. “Sepertinya produk impor telanjur mendapat tempat di hati konsumen karena selain modelnya yang trendi, harganya pun relatif murah.

Tidak hanya Cina, malahan produk-produk garmen asal Vietnam, Pakistan, Myanmar, Bangladesh, Turki, dan India mulai membanjiri pasar lokal dan diperkirakan produk-produk dari Malaysia, Singapura, dan Thailand akan membanjiri,” ungkapnya.

Dengan kondisi yang memprihatinkan seperti ini, diperlukan sebuah inkubator bisnis yang akan membimbing melalui proses inkubasi agar para pengusaha garmen yang ada bisa bertahan, bahkan kembali bergairah.

“Proses inkubasi bisnis yang dimaksud yakni proses pengembangan usaha kecil yang dilakukan dengan beberapa pendekatan dan metode secara terpadu, terintegrasi, simultan, dan sistematis dalam kurun waktu yang relatif panjang, khususnya pengembangan usaha kecil garmen, kulit, dan ukiran,” ujarnya.

Kementerian Koperasi dan UKM, dalam hal ini menunjuk tiga inkubator bisnis, yakni PiBi Ikopin Bandung untuk pengembangan garmen, PiBi Universitas Sebelas Maret untuk pengembangan industri ukiran, dan PiBi ITS (Surabaya) untuk pengembangan industri kulit.

Program inkubasi

Sejak tahun lalu, PiBi mulai melakukan program inkubasi untuk pengusaha kecil di Kecamatan Cicalengka Kab. Bandung melalui kerja sama dengan Kementerian KUKM. Peserta pelatihan ini adalah pelaku UKM bidang garmen yang memproduksi kerudung, busana Muslim, kaus, jaket, celana, tas, kain kasa, dan lap piring.

Dalam pelatihan ini, para tenant (peserta pelatihan) diperkenalkan pada cara pencatatan bisnis yang paling sederhana, sehingga setiap bulan mereka dapat mengetahui kemajuan bisnis mereka. “Paling tidak, ketika akan mengajukan proposal, mereka punya datanya,” ujar Wawan.

Diharapkan, setelah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh PiBi Ikopin, para pengusaha garmen dapat menciptakan brand yang bisa dijadikan senjata dalam menyaingi produk-produk impor. “Pengusaha-pengusaha garmen harus mulai berinvestasi untuk brand yang ia ciptakan sendiri dan mulai mendesain kreatif berbagai produk sesuai kebutuhan konsumen,” tuturnya.

Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, para peserta pelatihan akan membentuk kelompok. Maksud pembentukan kelompok ini untuk memudahkan dan memperkuat bargaining position mereka dalam akses ke lembaga keuangan ataupun pasar. Kebutuhan mereka ke depan untuk penguatan usahanya adalah penguatan di bidang permodalan dan perluasan pasar. (A-155)***

Post Author: Indonesia Grament