90% Motif batik Solo belum terdaftar HKI


www.solopos.net

Solo (Espos)   Sedikitnya 90% dari sekitar 6.000 motif batik di Kota Bengawan belum dilengkapi keterangan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai aset daerah.

Sementara itu, pada tahun 2014 ini Pemkot Solo berencana mendaftarkan 140 motif batik, mengikuti sedikitnya 415 motif lain yang sudah terdaftar pada periode 2004-2014.
Kasubdin Perindustian Dinas Perindustrian Pedagangan dan Penanaman Modal (Disperindag PM) Solo, Sri Wahyuni, saat ditemuiEspos di ruang kerjanya, akhir pekan lalu mengatakan pendaftaran motif batik telah dimulai pada tahun 2004 pada sebanyak 215 motif batik dan disusul pada tahun 2014 untuk 200-an motif batik.
”Pada tahun ini, dengan anggaran senilai Rp 70 juta dari APBD Solo kami mentargetkan dapat mendaftarkan 140 motif batik lagi. Memang motif yang terdaftar belum banyak jika dibanding dengan motif batik yang ada di Solo,” urai Yuni, sapaan akrab dia, didampingi Staf Industri Kecil, Satoto.
Dia menegaskan, pada umumnya kesadaran kalangan pengrajin untuk mendaftarkan hasil karyanya, tidak hanya motif batik, diakui masih rendah. Untuk motif batik saja, Satoto menimpali, terdapat sedikitnya 6.000 motif batik hasil karya pengrajin di Solo. Dari angka tersebut jika target 2014 terpenuhi, baru tercatat sekitar 9,2% motif batik mendapat pengakuan HKI.
Padahal, jika ditilik dari biayanya, Yuni mengatakan tidak terlalu mahal. Biaya untuk mendaftarkan satu ciptaan dalam hal ini motif batik hanya sekitar Rp 500.000. Hanya saja, dia tidak memungkiri, prosedur untuk mendapatkan pengakuan HKI tersebut tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama, paling tidak setahun. ”Prosedurnya memang agak panjang, tapi sebenarnya kalau kesadaran masyarakat sudah terbangun saya kira tidak masalah,” tukas dia.
Keuntungan pribadi
Lebih jauh, Satoto menjelaskan upaya Pemkot untuk mendaftarkan motif batik pengrajin Solo dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan penggunaan motif batik itu oleh kalangan di luar Solo, bahkan di luar Indonesia, untuk mendapat keuntungan pribadi.
Dengan mendaftarkan motif batik atas nama Pemkot Solo, lanjut dia, para pengrajin di kawasan Kota Bengawan tidak perlu khawatir motif batik akan dijiplak pengrajin lain dengan memanfaatkan populernya batik Solo.
Dia menerangkan, untuk mendaftarkan motif batik atas nama Pemkot Solo, motif batik tersebut harus diakui ciptaan asosiasi pengrajin batik, baik berupa koperasi batik maupun paguyuban. Koperasi dan paguyuban yang nantinya akan digandeng Pemkot, disebutkan dia, antara lain Koperasi Pamong Penguasa Batik Solo (PPBS), Koperasi batik Bathari, Koperasi Batik KPN, Forum Kampung Batik Laweyan dan Kampung Wisata Batik Kauman. ”Pengakuan HKI memberi penegasan bahwa batik motif tertentu adalah milik wong Solo,” tegasnya.
Di luar pengakuan HKI motif batik, Satoto menambahkan, para pengrajin batik di Solo sebenarnya mulai menyadari perlunya HKI. Namun, untuk saat ini kesadaran tersebut masih terbatas pada keasadan HKI merk dagang. Berdasarkan pengamatan pihaknya, 25% merk dagang batik Solo telah terdaftar dan mendapat pengakuan resmi Dirjen HKI, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi manusia (HAM). – Tika Sekar Arum

Post Author: Indonesia Grament