Kiprah PT Delami Garment Industries di Tengah Lesunya Industri Garmen

Kiprah PT Delami Garment Industries di Tengah Lesunya Industri Garmen
Selasa, 04 Juli 2014,jawapos

Tak Gegabah IPO, Incar Klien Great River
Boleh jadi, nama PT Delami Garment Industries belum banyak dikenal publik. Padahal, produsen garmen tersebut mempekerjakan kurang lebih 6 ribu karyawan dan tetap eksis di tengah lesunya industri tekstil nasional. Bagaimana kiat pemegang lisensi produk jeans Wrangler dan jas The Executive tersebut?

IWAN UNGSI, Jakarta

Kondisi makroekonomi yang memburuk pascakrisis finansial membuat industri garmen nasional jatuh bangun. Belum pulih luka dari krisis, industri garmen kembali diserbu produk-produk Tiongkok yang bermain dengan volume besar dan harga murah. Hal ini dimungkinkan karena dukungan pemerintah Tiongkok terhadap industri manufakturnya, serta biaya buruh yang lebih murah dengan produktivitas tinggi.

Akibatnya, banyak industri garmen yang berbasis manufaktur mengalihkan usahanya dan hanya menjadi ritel. Menggunakan analogi Sun Tzu -karena tak bisa mengalahkan perusahaan garmen Tiongkok- produsen lokal memilih menjalin aliansi dengan asing dan cukup puas menjadi pemasar produk-produk mereka di pasar domestik.

Namun, dua generasi berlalu, satu nama perusahaan garmen masih berkibar. Bahkan, saat ini perusahaan yang memiliki pabrik di Bandung itu menjadi salah satu pemain penting dalam industri garmen nasional. “Kami berupaya meningkatkan pemasaran dengan berbagai hal. Kondisi semester pertama tahun ini memang sulit, dari target 10 persen kami hanya mampu meraih 6 persen. Tapi, kami optimistis akan mencapainya di sisa waktu yang ada,” ujar Presdir PT Delami Garment Industries Thomas Farial.

Salah satu strategi yang dilakukan Delami adalah menggabungkan kualitas produk yang berkualitas internasional dengan brand-brand lokal yang berkualitas. “Salah satu kelebihan yang dimiliki adalah kita mengetahui selera dari konsumsi orang Indonesia,” jelasnya.

Pria kelahiran 6 Mei 1966 tersebut mengaku mempertimbangkan keputusan bisnisnya dengan cermat. Contohnya, menyangkut rencana pendanaan terhadap perusahaannya, pilihan go public belum dilakukannya. “Kenapa harus go public kalau masih bisa sendiri. Jujur, itu sempat muncul dalam kajian perusahaan, tapi akhirnya keputusannya belum dulu,” ungkap Thomas yang mengaku mewarisi bisnis tersebut dari ayahnya. Dia mengemukakan, banyak tantangan industri garmen nasional selain kondisi makroekonomi yang ditunjukkan dengan tingginya bunga bank. “Daya beli masyarakat yang rendah serta fasilitas infrastruktur menjadi kendala utama,” imbuhnya.

Marketing Director Boysanto Pasaribu menambahkan, beberapa langkah strategis dilakukan perusahaan dalam waktu dekat. Di antaranya, melakukan negosiasi dengan beberapa klien Great River. “Kami masih dalam tahapan negosiasi untuk produk underwear, jadi belum pasti. Tapi yang jelas, kami akan memegang ritel dari produk Choya yang sebelumnya klien Great River,” ungkapnya.

Boy -demikian dia akrab disapa- menyatakan optimistis brand yang selama ini dipegang Delami akan memiliki performa bagus. “Untuk The Executive kita baru meluncurkan Editor Pants yang diproyeksikan untuk wanita karir yang mobilitasnya tinggi. Lantas Wrangler, kita melakukan re-launching Wanted yang sudah dilakukan 2005. Kami juga melakukan road show di tiga kota. Yakni Surabaya, Medan, dan Jakarta,” bebernya. (*)

Post Author: Indonesia Grament