Mengendus Sarang Walet di Monitor

Sistem Informasi Geografis

SUDAH dua tahun ini panen sarang walet milik Habsiyah selalu jeblok. Kalau biasanya setiap kali panen ibu enam anak itu bisa memperoleh 5 kilogram sarang walet, kini paling banter cuma 2 kilogram. “Populasi walet sekarang sudah berkurang,” kata Habsiyah, 44 tahun, warga Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, itu.

Habsiyah tak habis pikir, mengapa rumah walet miliknya tak banyak dihuni burung layang-layang lagi. “Mungkin karena sekarang sudah banyak pabrik,” ujarnya. Polusi udara yang dihasilkan pabrik, menurut Habsiyah, menyebabkan suhu makin kering dan panas. Kondisi ini membuat burung walet menjauh, memilih bersarang di daerah bersuhu dingin dan lembap.

Situasi tak jauh beda juga terjadi di rumah walet Habsiyah lain di Kraksan, Probolinggo, Jawa Timur. Selama tiga tahun Habsiyah membuka rumah walet di situ, cuma menghasilkan 8 kilogram sarang walet. Itu pun harganya anjlok, cuma Rp 9 juta per kilogram dari seharusnya Rp 20 juta. Harga anjlok lantaran sarang walet diserang semut dan kecoa.

Hasil itu membuat Habsiyah buru-buru ingin menjual rumah waletnya. Ia ingin mencari lokasi baru untuk membangun rumah tempat walet bersarang. “Tapi di mana?” katanya. Kebingungan Habsiyah ini sepertinya akan terjawab berkat penemuan Ni Kadek Ariasih. Gadis berusia 26 tahun asal Bali ini berhasil merancang peranti lunak untuk menentukan lokasi sarang walet paling ideal.

Karya itu menjadi tugas akhir Kadek di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Surabaya. Skripsi berjudul “Menentukan Lokasi Sarang Walet di Bali dengan Metode Fuzzi” ini membawa Kadek lulus dengan predikat cum laude. Ia mengantongi indeks prestasi komulatif (IPK) 3,52 dari paling tinggi 4,0.
Program Kadek mengolah sistem informasi geografis (GIS) untuk menentukan sarang walet memang menarik. Cukup bermodal komputer Pentium 3 dengan memori 128 sampai 256 megabyte, kita bisa mengetahui apakah sebuah titik di peta layak menjadi sarang walet. Misalnya, klik sebuah titik di atas peta Pulau Bali. Titik yang dipilih akan membesar, “Lalu klik sekali lagi untuk menampilkan informasinya,” kata Kadek. Maka, akan tampil seluruh informasi lokasi, berikut nilai kelayakannya sebagai daerah lokasi sarang walet.

Kenapa walet dipilih Kadek untuk mengekplorasi data GIS? Sarang walet merupakan komoditas menggiurkan di negeri ini. Produksi liur walet menempatkan Indonesia sebagai penyuplai 80% kebutuhan dunia. Diperkirakan, tiap tahun Indonesia menghasilkan 300 ton sarang walet. Harganya pun menawan. Sarang walet asal gua Rp 10 juta per kilogram. Sedangkan sarang dari rumah walet di perkotaan mencapai Rp 20 juta per kilogram. Mahalnya harga sarang walet kota lantaran bentuknya lebih bagus dan bersih ketimbang sarang walet alam.

Bali menjadi lokasi penelitian Kadek, lantaran daerah ini cocok untuk populasi walet. Banyaknya danau, sungai, pantai, dan hampir tak ada polusi membuat walet betah bersarang di Pulau Dewata itu.
 

Post Author: admin