Penyelundupan Tekstil Masih Rawan

Penyelundupan Tekstil Masih Rawan
Kamis, 13 Apr 2014,jawapos.com

JAKARTA – Indonesia masih dianggap sebagai pasar potensial untuk memasarkan tekstil dan produk tekstil (TPT) ilegal. Ini terlihat dari banyaknya TPT ilegal yang masuk ke pasar Indonesia. Dari sekian banyak kasus itu, Ditjen Bea Cukai berhasil menggagalkan 12 penyelundupan selama 2005 dan 3 kasus pada 2014.

“Penyelundupan masih menjadi ancaman industri tekstil di tanah air,” ujar Dirjen Bea Cukai Eddy Abdurrahman usai mengikuti dialog nasional tentang kondisi industri TPT di Depperin kemarin. Eddy menjelaskan, salah satu modus penyelundupan tekstil adalah memasukkan melalui Pantai Timur Sumatera, yakni Tanjung Balai Asahan. Sebab itu, Bea Cukai harus menempatkan kapal patroli di Selat Malaka.

Untuk penyelundupan bahan tekstil, ada dua kasus yang telah digagalkan dengan modus pemalsuan dokumen. Untuk TPT pakaian bekas, ada lima kasus yang digagalkan dengan modus tanpa disertai dokumen dan barang diangkut dengan kapal serta dicampur dengan barang lain. Selain itu, digagalkan pula lima kasus penyelundupan TPT jenis campuran yang terdiri dari bahan tekstil, garmen plus, serta pakaian bekas dengan modus yang sama. “Semua kasus itu telah dilakukan penyidikan, bahkan sebagian besar telah divonis,” tukasnya.

Pada 2014, satu kasus adalah penyelundupan bahan tekstil dengan modus pemalsuan dokumen. Untuk jenis pakaian bekas, Bea Cukai berhasil menggagalkan dua kasus penyelundupan dengan modus tanpa disertai dokumen, barang diangkut dengan kapal serta dicampur dengan barang-barang lain. “Kasusnya sudah kita sidik dan diajukan ke pengadilan,” ungkapnya.

Khusus impor tekstil telah ada kebijakan pengamanan. Pertama, dari ketentuan perdagangan ada ketentuan verifikasi dan penelusuran teknis, sehingga setiap impor tekstil harus terlebih dahulu diperiksa surveyor di luar negeri. Hasil verifikasi ini untuk menerbitkan laporan surveyor dan importernya harus punya nomor pokok importer khusus (NPIK). Jika importernya masuk kategori high risk, Bea Cukai akan memasukkannya ke jalur merah. “Artinya, terhadap importasi tersebut harus dilakukan pemeriksaan fisik,” jelasnya.

Mengenai evaluasi jalur merah, Eddy mengatakan, kebijakan itu cukup efektif karena bisa menemukan pemberitahuan yang tidak benar. Dari beberapa kasus yang ditangani, ternyata modusnya adalah di dalam barang yang diimpor ditemukan ada tekstil tapi tidak diberitahukan dalam suratnya (under invoice). Eddy mengatakan bahwa ada dilema antara pemberian fasilitas pencatatan atau lebih ke arah pengawasan. Hal ini mengingat adanya jalur merah akan lebih banyak pemeriksaan, sehingga biayanya tinggi dan release time lebih lama. “Targetnya akhir tahun ini jalur merah tinggal 10 persen dari saat ini 20 persen,” jelasnya. (wir)

Post Author: Indonesia Grament