Herman Taslim
Oleh: Rhenald Kasali
jkt1.detik.com
Sarang burung walet adalah bisnis yang unik, dan harganya mahal sekali. Herman Taslim yang pernah menjadi tamu Bedah Bisnis di TPI tanggal 24 September 2002 bisa menceritakannya dengan lancar tentang seluk-beluk bisnis ini. Karena pemahamannya yang baik tentang produk dan bisnis ini, Herman sampai menulis buku tentang bisnis sarang burung walet.
Ia memang bisa disebut jagoan dalam bisnis sarang walet. Ia memulainya sejak usia muda, bahkan sampai dilarang oleh orangtuanya untuk memelihara burung walet. Akhirnya, ia memilih untuk berdagang saja.
Untuk berdagang, rasanya Herman telah mendatangi seluruh pelosok untuk mencari sarang walet. Bekerja sama dengan pemilik rumah atau bangunan yang memiliki sarang burung walet, atau dengan penduduk yang tinggal dekat goa yang memiliki sarang burung walet.
Ia mengumpulkannya, lalu dikemas, dan diekspor. Tujuan pilihannya adalah Amerika, menjual kepada komunitas Amerika keturunan Cina. Memang masyarakat Cinalah yang banyak mengonsumsi sarang burung walet.
Mengapa mereka membeli dan mengonsumsi sarang burung walet? Menurut Herman, daya tariknya adalah kepercayaan yang dimiliki oleh etnis ini tentang khasiat sarang burung walet. Terutama kemampuannya untuk membuat orang awet muda, bisa menyembuhkan berbagai penyakit, dan lainnya.
Semua khasiat itu, ini menurut Herman, belum terbukti secara ilmiah, alias mitos. Tapi, dalam berdagang, konsumen tidak membeli keilmiahannya. Konsumen lebih menekankan ekspektasinya terhadap produk tersebut, dan dia merasakan atau mendapatkan apa yang ia perkirakan sebelumnya. Kadang-kadang urusan ilmiah hanya menjadi pendukung.
Ini yang terjadi pada produk tradisional seperti jamu. Sebelum ilmu pengetahuan memberikan perhatian yang lebih besar kepada industri jamu, ramuan tradisonal ini tetap laku dan dikonsumsi oleh orang banyak.
Bukan karena jamu sudah terbukti secara ilmiah bahwa jamu bisa menyembuhkan penyakit, tetapi lebih karena konsumen mempercayai bahwa jamu tersebut bisa menyembuhkan berdasarkan pengala- man mereka sendiri atau pengalaman orangtua mereka.
Dicari
Pelajaran apa yang bisa dipetik dari sarang burung walet?
Satu hal yang pasti adalah bahwa sarang burung walet dibutuhkan/dicari oleh konsumen terutama dari etnis Cina di seluruh dunia. Karena itu, pasarnya yang paling besar adalah RRC atau negara lain yang memiliki komunitas Cina yang besar.
Orang seperti Herman adalah orang yang sangat piawai dalam bisnis ini. Apakah orang lain mempunyai peluang yang sama untuk maju jika berbisnis sarang burung walet?
Inilah yang ingin saya tekankan di sini. Herman, dan pengusaha burung walet lainnya sudah berpengalaman dalam menangani bisnis ini, sejak lama. Biasanya, jika ada orang yang ingin berbisnis sarang burung walet seperti Herman, mereka melihat kondisi sekarang saja. Tetapi, tidak mempelajari bagaimana proses Herman menjadi seperti sekarang.
Artinya, kalau memang ingin terjun ke bisnis sarang burung walet, mulailah dari kecil. Artinya, pelajari semua tahap sampai akhirnya bisa mengekspor. Sebab, seperti diceritakan Herman sendiri, ia pernah membeli sarang burung walet yang di dalamnya diberi paku sebagai pemberat timbangan.
Yang ingin saya katakan, jangan ikut-ikutan bisnis sarang burung walet sehingga bisnis ini menjadi bisnis kerumunan. Bisnis kerumunan adalah bisnis yang banyak sekali pemainnya karena melihat orang lain telah sukses lebih dulu menjalankannya. Contoh bisnis kerumunan saat ini adalah bisnis wartel, atau kafe tenda.
Pelajaran lain yang bisa dipetik adalah bahwa Herman memilih produk langka, yang suplainya terbatas. Karena itu, harganya demikian tinggi.
Coba bayangkan jika mendapatkan sarang burung walet semuah sabuk kelapa, tentu saja harga per kilogramnya akan jauh lebih murah.
Di Indonesia, saya kira, bukan hanya sarang burung walet yang sukar dicari. Banyak produk lain dari alam yang juga mempunyai nilai ekonomi tinggi karena kualitasnya baik sekali dan hanya terdapat di beberapa tempat.
Misalnya, kayu hitam di Maluku. Jika kayu ini diolah menjadi produk jadi dengan ukiran yang bagus, harganya akan naik berkali-kali lipat. Potensi seperi ini tampaknya belum banyak dimanfaatkan oleh pebisnis di Indonesia.
Beberapa produk kerajinan juga begitu. Masih banyak yang belum mendapat sentuhan tangan marketer yang ahli, sehingga mampu menembus pasar ekspor.*