Flu Burung Lumpuhkan Usaha Sarang Walet

INDRAMAYU, (PR).-

pikiran-rakyat.co.id
Penyakit flu burung (Avian influence, AI) ternyata melumpuhkan usaha dan perdagangan sarang burung walet. Memasuki bulan Januari 2014, terjadi kemerosotan harga luar biasa. Bahkan, hingga bulan Pebruari ini mencapai tingkat harga terendah.

Dari pantauan “PR”, Selasa (7/3), harga sarang walet kini berada di bawah Rp 5 juta/kg. Padahal, pada akhir tahun 2014 lalu, harga masih bertengger di atas Rp 10 juta, terutama dengan kualitas super. Bahkan sebelum bulan Oktober 2014 lalu, harganya masih terhitung tinggi, yakni mencapai Rp 15 juta/kg.

Penurunan harga terjadi secara serentak begitu penyakit flu burung menghantui sebagian besar masyarakat di dunia. “Sampai sekarang, harga terus merosot. Bisa jadi, tahun ini sarang walet benar-benar tidak laku dijual,” keluh salah seorang penangkar sarang walet di Jalan Cimanuk, Indramayu.

Para penangkar yang selama ini menikmati kekayaan berlimpah dari penjualan sarang walet, ternyata kini mengakui tak lagi leluasa hidup mengandalkan usahanya itu. “Setidaknya dalam tahun-tahun ini, sarang walet tidak lagi jadi barang eksklusif atau mewah. Bisa-bisa sarang walet dijual di pasaran umum, tentu saja dengan harga rendah. Ini pun belum tentu laku, sebab masyarakat dicekam ketakutan penyakit flu burung,” ujar penangkar sarang walet yang menolak disebutkan jati dirinya.

Bisnis sarang burung walet memang merupakan usaha yang bisa dikatakan misterius. Masyarakat tidak bisa sembarangan membuat panangkaran sarang walet kalau tidak tahu saluran pasarnya. Bahkan saking misteriusnya, untuk pemasaran sarang walet juga dilakukan sangat tertutup (black-market).

Di Indramayu, usaha ini telah digeluti selama ratusan tahun oleh sebagian masyarakat. Dari usaha itu, para pengusaha sarang walet hidup dengan kekayaan yang melimpah. Penangkaran walet di Indramayu tersebar di hampir seluruh kecamatan. Letak geografis Indramayu berpotensi menjadi tempat berkembang-biaknya walet karena selain dekat dengan areal perhutanan dan lautan, juga datarannya rendah.

Menurut para penangkar, produksi sarang walet Indramayu dijual secara khusus kepada pelanggan-pelanggan tetap. Mereka tersebar di sejumlah negara, terutama Singapura, Hong Kong dan Taiwan.

Pendapatan menurun

Dampak merosotnya usaha sarang walet ternyata juga sampai ke dinas pendapatan daerah setempat. Seperti dituturkan Kepala Seksi Penagihan Pajak Sarang Walet, Kamud. Pihaknya kini terkena imbas dari kondisi tersebut, berupa turunnya pendapatan dari sektor pajak sarang walet.

Dituturkan, di Indramayu terdapat 279 wajib pajak (WP) sarang walet. Sejauh ini, targetnya memang belum maksimal, hanya Rp 321 juta, bahkan tahun 2014 ini turun menjadi Rp 287 juta.

Kamud membenarkan bahwa lumpuhnya usaha sarang walet akibat merebaknya penyakit flu burung. Selain itu, juga ada faktor lain, yakni peraturan baru negara-negara pengimpor sarang walet Indramayu seperti Hong Kong dan Singapura.

“Semula impor walet itu bebas bea, tapi kini ada bea masuk yang cukup tinggi. Di Hong Kong, bea masuk bahkan mencapai 40 persen. Flu burung dan pemberlakukan bea masuk jadi penyebab lumpuhnya usaha sarang walet,” ujarnya.(A-93)***
INDRAMAYU, (PR).-
Penyakit flu burung (Avian influence, AI) ternyata melumpuhkan usaha dan perdagangan sarang burung walet. Memasuki bulan Januari 2014, terjadi kemerosotan harga luar biasa. Bahkan, hingga bulan Pebruari ini mencapai tingkat harga terendah.

Dari pantauan “PR”, Selasa (7/3), harga sarang walet kini berada di bawah Rp 5 juta/kg. Padahal, pada akhir tahun 2014 lalu, harga masih bertengger di atas Rp 10 juta, terutama dengan kualitas super. Bahkan sebelum bulan Oktober 2014 lalu, harganya masih terhitung tinggi, yakni mencapai Rp 15 juta/kg.

Penurunan harga terjadi secara serentak begitu penyakit flu burung menghantui sebagian besar masyarakat di dunia. “Sampai sekarang, harga terus merosot. Bisa jadi, tahun ini sarang walet benar-benar tidak laku dijual,” keluh salah seorang penangkar sarang walet di Jalan Cimanuk, Indramayu.

Para penangkar yang selama ini menikmati kekayaan berlimpah dari penjualan sarang walet, ternyata kini mengakui tak lagi leluasa hidup mengandalkan usahanya itu. “Setidaknya dalam tahun-tahun ini, sarang walet tidak lagi jadi barang eksklusif atau mewah. Bisa-bisa sarang walet dijual di pasaran umum, tentu saja dengan harga rendah. Ini pun belum tentu laku, sebab masyarakat dicekam ketakutan penyakit flu burung,” ujar penangkar sarang walet yang menolak disebutkan jati dirinya.

Bisnis sarang burung walet memang merupakan usaha yang bisa dikatakan misterius. Masyarakat tidak bisa sembarangan membuat panangkaran sarang walet kalau tidak tahu saluran pasarnya. Bahkan saking misteriusnya, untuk pemasaran sarang walet juga dilakukan sangat tertutup (black-market).

Di Indramayu, usaha ini telah digeluti selama ratusan tahun oleh sebagian masyarakat. Dari usaha itu, para pengusaha sarang walet hidup dengan kekayaan yang melimpah. Penangkaran walet di Indramayu tersebar di hampir seluruh kecamatan. Letak geografis Indramayu berpotensi menjadi tempat berkembang-biaknya walet karena selain dekat dengan areal perhutanan dan lautan, juga datarannya rendah.

Menurut para penangkar, produksi sarang walet Indramayu dijual secara khusus kepada pelanggan-pelanggan tetap. Mereka tersebar di sejumlah negara, terutama Singapura, Hong Kong dan Taiwan.

Pendapatan menurun

Dampak merosotnya usaha sarang walet ternyata juga sampai ke dinas pendapatan daerah setempat. Seperti dituturkan Kepala Seksi Penagihan Pajak Sarang Walet, Kamud. Pihaknya kini terkena imbas dari kondisi tersebut, berupa turunnya pendapatan dari sektor pajak sarang walet.

Dituturkan, di Indramayu terdapat 279 wajib pajak (WP) sarang walet. Sejauh ini, targetnya memang belum maksimal, hanya Rp 321 juta, bahkan tahun 2014 ini turun menjadi Rp 287 juta.

Kamud membenarkan bahwa lumpuhnya usaha sarang walet akibat merebaknya penyakit flu burung. Selain itu, juga ada faktor lain, yakni peraturan baru negara-negara pengimpor sarang walet Indramayu seperti Hong Kong dan Singapura.

“Semula impor walet itu bebas bea, tapi kini ada bea masuk yang cukup tinggi. Di Hong Kong, bea masuk bahkan mencapai 40 persen. Flu burung dan pemberlakukan bea masuk jadi penyebab lumpuhnya usaha sarang walet,” ujarnya.(A-93)***

Post Author: admin