SARANA PENGUNDUHAN SARANG BURUNG WALET ; Mengurangi Risiko, Akan Diganti yang Lebih Modern


kebumen.go.id
kedaulatan-rakyat.com ~ KEBUMEN (KR) – Kondisi medan yang sulit berupa tebing karang yang curam dan ombak yang ganas di bawahnya, menyebabkan proses pengunduhan sarang burung walet di tiga goa pengunduhan, yaitu Goa Karang Bolong, Kecamatan Buayan, Goa Pasir dan Karangduwur, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, dinilai memiliki risiko yang cukup tinggi. Karena itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen akan berupaya memodernisasi peralatan pengunduhan sarang burung di 3 goa tersebut.

“Selama ini peralatan yang dipakai para pengunduh sangat sederhana, padahal tantangan yang mereka hadapi cukup berat. Untuk mengurangi tingkat bahaya itu, kami berupaya menggantinya dengan peralatan yang lebih modern,” ujar Kepala Kantor Pendapatan Daerah (Kapenda) Kebumen, Muji Raharjo SH, kemarin.

Rencana penggantian peralatan pengunduhan itu menurut Muji berdasarkan pengamatannya terhadap proses pengunduhan sarang burung di tiga goa itu, dalam setahun terakhir ini, ditambah pengalaman pribadinya menuruni tebing dan masuk ke dalam Goa Karangduwur, belum lama ini. Saat itu, tanpa persiapan yang memadai dan masih mengenakan seragam kantor dan tanpa alat pelampung, dirinya berusaha melihat kondisi goa secara langsung.

Dengan petunjuk dari seorang petugas pengunduh, Muji Raharjo memulai pengalaman yang mendebarkan itu. Mula-mula menuruni tebing karang setinggi 50 meter dengan tangga bambu. Sementara di bawah terlihat ganasnya ombak laut selatan. Menjelang sampai di mulut goa, Muji berganti berpegangan pada seutas tali ijuk berdiameter 2 cm.

“Saat berpegangan pada tali, tubuh saya terayun-ayun mengikuti gerakan tali. Rasa ngeri ada, karena bila pegangan terlepas, tubuh saya akan jatuh ke laut,” tutur Muji.

20 Meter

Sampai di mulut goa, Mujipun harus berjalan di atas air sedalam 1,5 meter menuju daratan di dalam goa. Dari tempat ini, dijumpai rangkaian tangga bambu menuju langit-langit goa çyang tingginya sekitar 20 meter. Di langit-langit goa itulah tempat bersarangnya burung walet dan sarang-sarang burung itu menurut tradisi hanya bisa dipetik oleh pengunduh secara turun-temurun. Berhubung dirinya tak ingin melanggar tradisi pemetikan itu, Mujipun hanya bisa melihat-lihat kondisi sarang burung di dalam goa selama satu jam.

“Saat ombak mulai pasang, sayapun harus segera meninggalkan tempat itu. Dan untuk naik, harus pula dilakukan dengan ekstra hati-hati pula,” ujar Muji.

Berdasar pengalaman itu, jajaran instansinya mulai mengevaluasi proses pengunduhan yang sangat berisiko namun hanya menggunakan peralatan yang seadanya itu. Seperti tangga bambu untuk menuruni tebing. Sementara untuk merangkai tangga membutuhkan waktu cukup lama dan harus melibatkan banyak orang.

Dengan alasan untuk menghemat waktu dan tenaga, muncul pemikiran untuk mengganti tangga bambu dengan tangga modern yang bisa dibentangkan dan dilipat kembali. Kemudian, tali ijuk yang digunakan untuk menuju mulut goa, kemungkinan bisa diganti dengan alat semacam rel besi tahan air garam yang dipasang di dinding karang. Sehingga pengunduh bisa berjalan di atas rel itu dengan lebih nyaman.

“Penggunaan tali ijuk sangat berbahaya, karena hanya dikaitkan dengan paku besi yang dipasang sedalam 2 cm ke dinding karang,” ujar Muji.

Muji berharap, rencana modernisasi peralatan itu bisa terealisasi dalam waktu dekat ini, demi efisiensi proses pengunduhan dan menekan risiko yang harus ditanggung pengunduh saat menjalankan tugas. (Dwi/Ths)-c.

Post Author: admin