Pasar Batik Tulis Jarum Sedang Lesu
BERBAGAI upaya dilakukan Budi Susanto agar batik tulis tetap disukai dan dipakai. Di antaranya dengan media kaos atau t shirt yang prosesnya lebih rumit ketimbang menggunakan bahan kain biasa seperti mori, katun atau blaco. Modalnya juga cukup besar karena harus pesan kaos khusus dan modifikasi ini telah berjalan sejak 10 tahun yang lalu, meskipun tidak meninggalkan batik tulis dari bahan kain.
“Kaos batik tulis ini laku keras di pasaran terutama di Bali, Kalimantan tetapi setelah kenaikan BBM pasar sepi. Bom Bali tidak begitu terpengaruh, paling-paling turun sementara 20 persen. Begitu BBM naik semua bahan ikutan naik, biaya produksi tinggi pasar lesu. Akhirnya saya jual mobil untuk membayar tenaga kerja,†ujar Budi Susanto di rumahnya Jarum RT 13/RW 05 Bayat, Klaten.
Meski pasar lesu Nardho Batik yang dikelola Budi Susanto ini tetap harus produksi, karena tidak ingin 60 perajin di ‘luar’ dan 20 tenaga di ‘dalam’ menganggur. Kebanyakan tenaganya ibu-ibu rumah tangga, sebagian kecil laki-laki untuk pekerjaan yang lebih berat, seperti ‘mbabar’ dan sebagainya. Untuk kain batik tulis Nardho Batik pemasok terbesar untuk Batik Keris, Taruntum dan Sarinah Jakarta maupun Yogya.
Menurut Marsita istri Budi Susanto, produk batik t shirt ada puluhan macam, dari kaos oblong, kaos kerah, celana pendek untuk santai, sarung bantal kursi dan lantai, sprei, bad cover, taplak meja sampai busana muslim. Akhir tahun 2005 menurut Marsita pasar baru jatuh dan lesu, ditambah semua harga bahan batik dari malam, kain, kaos, sampai pewarna naik cukup tinggi dan daya beli rendah.
Walau lesu tak mungkin mogok produksi karena harus menghidupi begitu banyak tenaga perajin termasuk keluarganya. “Di antaranya pengusaha dan perajin seolah-olah sudah ‘teken kontrak’ untuk menghidupkan dan membesarkan usaha batik tulis ini. Karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan di rumah sambil mengurus keluarga,†ujar Marsita ketika KR berkunjung ke pusat batik tulis ini.
Menurut Budi Susanto yang juga Ketua Paguyuban Pengusaha Batik Cipto Wening Jarum, usaha batik tulis yang menampung ratusan tenaga kerja ini butuh modal besar, tetapi selama ini seolah-olah pemerintah tak mau tahu. “Padahal apa yang diusahakan warga Jarum ini sangat membantu program pemerintah, di antaranya menampung tenaga kerja dan pelestarian budaya,†ujar Budi Susanto. Pernah mengajukan kredit lunak, tetapi hasilnya tidak seberapa, selain prosesnya berbelit-belit, perlu tenaga dan waktu panjang, hasil sangat tidak memadai. Dari 22 anggota Paguyuban Cipto Wening hanya memperoleh bantuan kredit Rp 6 juta. Padahal usaha batik tulis ini memerlukan modal ratusan juta. “Saya berharap pemerintah lebih memperhatikan kerajinan batik tulis ini paling tidak memberikan pinjaman modal lunak,†kata Budi Susanto. (Asp)-g
(www.kedaulatan-rakyat.com)