Seni Belanja Di Sudut Ubud
www.kompas.com/wanita/news
Perhatikan, setiap bercerita kepada seseorang – entah itu anggota keluarga, teman, sanak, kerabat, handai taulan, dan bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun -Â kalau Anda baru kembali dari Bali, setelah berkomentar dengan nada iri yang tersirat tentang betapa menyenangkannya bisa ke Bali, pembicaraan kemudian akan disambung dengan pertanyaan seputar oleh-oleh. Setidaknya Anda akan ditanyai tentang apa saja yang dibeli di Bali (dan diam-diam mereka berharap untuk diberi sebagian barang tersebut, biar cuma sabun wangi aneka rempah). Masyarakat kita memang sangat ingin tahu. Bahkan sampai ke isi tas belanjaan.
Bali memang surganya belanja berkat barang-barangnya yang unik dan dijamin tidak bisa ditemui di department store ternama manapun di ibu kota.
Salah satu aktifitas favorite saya di Bali adalah berjalan kaki disepanjang Monkey Forest atau Wanara Wana di Ubud dan keluar masuk toko di kedua ruas jalan tersebut. Setiap keluar toko tidak harus menjinjing tas belanjaan, tapi sekedar melihat-lihat barang yang dipajang disana saja telah cukup mengukir senyum di bibir.
 Kalau aktifitas melihat satu demi satu toko yang ada tidak bisa dilakukan dalam satu hari sekaligus, biasanya saya akan melanjutkan aktivitas itu keesokan harinya. Kadang ada beberapa toko yang memang bikin penasaran dan layak ditengok dua kali. Perjalanan menyusuri pertokoan di sepanjang Monkey Forest itu akan berakhir di Pasar Seni Ubud. Sekadar tip, bagi yang gila belanja, sebaiknya menginap saja beberapa hari disekitar Ubud supaya dekat dengan “sumber kebahagiaan”.
Dibanding Kuta, kelebihan belanja di Ubud tidak saja kualitas barangnya yang lebih baik, namun ragamnya yang lebih beraneka ragam serta modelnya yang tidak pasaran. Walau sarung pantai, kaos bertuliskan “Bali”, rok ikat, lukisan Bali, ukiran kayu, dan tas anyaman selalu ada, namun rok bohemian empat warna dari bahan satin, lampion ala Maroko, blus cheongsam yang mengingatkan akan Maggie Cheung di film In The Mood for Love, kamisol batik yang dijahit dengan teknik quilt, patung Budha dari kuningan yang diklaim antik, atau lukisan cat minyak perempuan Bali yang topless dengan gaya lukisan surealis mirip karya-karya Marc Chagall, tidak akan dijumpai disembarang tempat.
Ubud menawarkan pilihan barang yang tidak hanya mengusung tema Bali, namun lebih universal dan internasional sehingga sangat cocok bagi para turis yang memiliki beragam selera. Lagipula turis yang berkunjung ke Ubud biasanya lebih berduit dibandingkan turis di Kuta sehingga penataan toko dan barang-barang yang dijual juga lebih artistik.
Banyak toko disepanjang Monkey Forest yang ternyata milik dan didesain sendiri oleh orang Jepang. Oleh karena itu bila Anda berkulit sawo matang dan memiliki KTP -Â bukannya berkulit putih dan memegang paspor atau KIMS dan KITAS – Anda tidak bisa meminta potongan harga alias harga lokal. Apa pun warna kulit Anda, di toko-toko yang mencantumkan label harga biasanya memang tidak menerapkan sistem tawar-menawar. (Chick)