Pemerintah Akan Tambah Kawasan Perdagangan Bebas

Batam (SIB)
Pemerintah akan menambah kawasan perdagangan besar (free trade zone/FTZ) sehingga pembahasannya nanti bukan lagi hanya menyangkut Pulau Batam melainkan juga misalnya daerah Bojonegara.

“Dalam rapat di Jakarta, Sabtu (14/1) dengan Wakil Presiden, ada beberapa hal khusus yang  dibicarakan antara lain akan ada penambahan pembangunan FTZ mengingat potensi beberapa daerah seperti Bojonegara, besar sekali,” kata Menteri Perindustrian Fahmi Idris, di Batam, Minggu, dalam pertemuan dengan kalangan pengusaha yang dihadiri Wakil Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani.

Selain mengabari bahwa pemerintah akan menambah FTZ, Fahmi mengemukakan pemerintah juga akan merevisi undang-undang penanaman modal yang intinya untuk mempermudah penyelesaian perizinan investasi yang sekarang masih paling cepat 8 bulan menjadi paling lama 1 bulan.

Kabar lain yang dikemukakannya kepada pelaku bisnis di Batam adalah Menteri Koordinator  Perekonomian masih akan menjadwalkan ulang pembahasan penetapan Ketua Otorita Batam (OB) yang sekarang dipegang Mustofa Wijaya sebagai pelaksana tugas setelah ketua definif Ismeth Abdullah OB menjadi Gubernur Kepulauan Riau.

Menurut Fahmi, semestinya pembahasan penetapan Ketua OB definitif dari beberapa calon yang masuk, dilakukan Kamis pekan lalu, tetapi para menteri terkait pada hari itu harus berangkat ke Bukittinggi menghadiri pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi.

Gubernur Riau Ismeth Abdullah yang mendampingi Menteri Fahmi Idris pada jamuan makan siang, kepada wartawan menyatakan berharap rencana pemerintah untuk membahas dan menambah pembangunan daerah-daerah dengan FTZ dapat menemukan titik terang untuk diteruskan.

Kabar dari Fahmi yang juga anggota Dewan Pembina OB, menutut Ismeth, merupakan pertanda yang baik bukan hanya bagi Batam yang baru bersama Bintan dan Karimun mendapat status Kawasan Berikat Plus (Bonded Zone Plus) melainkan bagi daerah-daerah potensial lain seperti Bitung, Dumai dan Bojonegara untuk dipercepat pembangunannya dengan FTZ.

Ia berharap, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali siap membahas Rancangan Undang-undang (RUU) tentang FTZ yang tidak lagi hanya menyangkut Batam.

RUU FTZ tentang Pulau Batam tahun 2004 telah disetujui sidang paripurna DPR, tetapi Presiden pada waktu itu Megawati Soekarnoputri, menolak menandatangani sehingga setelah sebulan berlalu maka batal menjadi undang-undang.

Menurut Ismeth, dengan sinyal positif dari eksekutif kini legislatif dapat kembali membahas materi dalam RUU FTZ Pulau Batam tanpa harus memulai dari awal melainkan menyesuaikan dengan penambahan-penambahan seperti yang direncanakan pemerintah pusat.

Tanggapan Korea

Tentang rencana pemerintah untuk membangun beberapa daerah dengan model FTZ, kususnya Pulau Batam disambut Kim Soo-il, seorang Korea yang menjadi Konsul Kehormatan Indonesia, sebagai sudah seharusnya dilakukan dengan cepat-cepat.

Pulau Batam, ujarnya kepada pers ketika mendampingi rombongan 53 top eksekutif industri  manufaktur dan jasa dari Korea yang berkunjung ke Batam, letaknya strategis di lingkungan negara maju yang mapan yaitu Singapura.

Bila di Batam diberlakukan FTZ, ujarnya, Batam dapat memanfaatkan kedekatan geografinya dengan negeri tetangga dan akan banyak turis berdatangan ke Batam karena barang-barang eceran akan lebih murah sebab tidak dikenai pajak dan kompetitif ketimbang dengan Singapura maupun Hong Kong.

Memberlakukan Batam sebagai FTZ, kata Kim, sangat dimungkinkan sebab wilayah itu berupa pulau yang pengawasannya terhadap penyelundupan dapat dilakukan dengan lebih mudah.

Bagi pengusaha industri asal Korea, katanya, Batam merupakan daerah yang prospektif untuk berusaha sebab dengan membuka industri di Batam, tidak ada pajak impor-ekspor sehingga menjadi kompetitif di Kawasan Perdagangan Bebas Asean (AFTA).

Di wilayah OB kini terdapat 800 perusahaan penanamam modal asing (PMA) senilai 3,8 miliar dolar AS. PMA Singapura masih terbesar di Batam dengan 298 perusahaan, sedang PMA asal Korea baru hanya enam.

Jumlah itu, kata Kim, terbuka untuk bertambah pascakunjungan 53 pemimpin manajemen dari berbagai perusahaan dari Korea, bila selama lawatan mereka mendapatkan sambutan yang memadai dari masyarakat, pemerintah dan didukung dengan kebijakan investasi yang menarik.

Pada kunjungan lapangan di hari pertama yang dikoordinasikan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kepulauan Riau, kata Kim, sudah ada pengusaha dari Korea yang meminati membuka “silver resort” di Nongsa untuk tempat wisata kaum usia lanjut Korea.

Dijelaskan, di Korea, kaum lanjut usia setiap bulan mendapat tunjangan setara 3.000 dolar AS dan uang itu tidak terlalu cukup untuk meraih kenikmatan di Korea, tetapi akan sangat bernilai bila mereka pakai di Batam. (Ant/h)

Post Author: admin