TDL Naik, Perajin Mebel Kolaps


TDL Naik, Perajin Mebel Kolaps
jawapos.com

JAKARTA – Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) dipastikan berdampak buruk terhadap industri kerajinan dan mebel di Indonesia. Kenaikan tarif listrik 30 persen saja akan meningkatkan biaya produksi hingga 20 persen, sementara harga jual tidak mungkin dinaikkan.

“Kalau TDL jadi dinaikkan 30-35 persen pada Februari nanti, banyak anggota Asmindo yang kolaps,” ujar Direktur Eksekutif Asmindo Sae Tanangga Karim di Jakarta akhir pekan lalu. Sebelumnya, Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat minta pemerintah menaikkan TDL enam bulan setelah diumumkan dan besarannya 30 persen. Sementara industri kerajinan dan mebel hingga kini belum bangkit dari keterpurukan akibat kenaikan harga BBM Oktober tahun lalu.

Karim menilai, kenaikan tarif listrik tersebut akan memukul industri kerajinan dan permebelan di Indonesia. Mengingat kenaikan tarif listrik 30 persen saja akan meningkatkan biaya produksi 20 persen. Ini karena industri kerajinan dan mebel termasuk industri yang sangat tergantung pada listrik. “Sedangkan saat ini, produsen kerajinan dan mebel tidak dalam posisi yang tepat untuk meningkatkan harga jual. Harga jual yang bisa ditolerir pembeli hanya 6 persen,” ujarnya.

Menurutnya, pengusaha kerajinan dan mebel tidak mungkin bisa mengurangi ongkos produksi dengan efisiensi penggunaan listrik. Dari kenaikan harga BBM tahun lalu saja, margin bidang permebelan yang tadinya 15-20 persen telah berkurang. Akibatnya, dari 2.016 anggota Asmindo, terdapat 23 pabrik furnitur yang menutup usahanya dan 41 lainnya tidak berproduksi. “Jika terjadi kenaikan TDL, makin banyak yang kolaps. Padahal, industri ini menyerap 4 juta tenaga kerja,” katanya.

Asmindo juga mendesak pemerintah membatasi ekspor rotan karena merugikan negara dan meningkatkan penyelundupan. Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai sumber bahan mebel rotan, saat ini telah dikalahkan Tiongkok dan Thailand yang sebenarnya bukan penghasil rotan. Akibatnya, total ekspor mebel Indonesia peningkatannya tidak signifikan, yaitu USD 1,55 miliar pada 2004 menjadi USD 1,63 miliar pada 2005. “Seharusnya, pajak ekspor rotan yang selama ini 15 persen dinaikkan menjadi 20-25 persen,” jelasnya. (wir)

Post Author: admin